Sebagaipermisalan (hadits): مَنْ كَانَ آخِرَ كَلامِهِ لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ. Siapa yang akhir ucapannya "Laa ilaaha illallah" niscaya masuk surga". Andai kita mengetahui bahwa orang ini, akhir ucapannya di dunia adalah "Laa ilaaha illallah" maka yang kita ucapkan
“Matilah Sebelum Kamu Mati”Ini adalah kalam Sayyidina Umar RA yang oleh para ulama ditafsirkan dengan al-maut al-ikhtiyari. Silahkan baca tulisan sebelumnya tentang al-maut al-ikhtiyari supaya lebih nyambung. Syeikh Al-Muttaqi Al-Hindi dalam kitab “Hidayatu Al-Rabbi Inda Faqdi al-Murabbi” menyebutkan ada 8 faidah al-maut al-ikhtiyari. Dua diantaranya sudah kita sampaikan pada tulisan sebelumnya. Tiga akan kita bahas pada tulisan ini, sedangkan tiga sisanya insyaAllah pada tulisan selanjutnya. Tiga ini yaitu 1. Ramuan Mukjizat Al-IksirPerlu diketahui bahwa khasiat dari al-iksir adalah jika dilemparkan kepada sepotong tembaga, maka ia akan berubah jadi emas. Harganya bertambah dan derajatnya pun naik. Orang yang telah di posisi mati sebelum mati, jika beramal pasti ikhlas karena Allah dan tidak ada kecacatan dalam amalnya seperti riya’ atau sum’ah. Dan kita tahu bahwa amal yang di dalamnya terkandung riya’ akan tertolak. Anda bisa bayangin begini, jika Anda merasa hari ini adalah hari terakhir Anda beribadah, masih perlukah pujian seseorang? Pastinya, enggak. Nah, jika sudah bisa begini, maka nilai dan maqam Anda akan naik. Amal menjadi ikhlas, dan terbebas dari segala kecacatan. 2. Sedikit Usaha dan Banyak PertolonganCara menerapkan al-maut al-ikhtiyari itu cukup ringan sebetulnya karena sifatnya adalah konsepsi dan tidak banyak usaha. Hal ini beda dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti sholat, puasa, tilawah quran, dan dzikir. Semua amal-amal itu ada tata cara kaifiyat dan adab-adanya yang bersifat fisik lahiriyah. Inilah yang dimaksud dengan sedikit usaha. Maksud dari banyak pertolongan ma’unah adalah kalam Syeikh Al-Muttaqi Al-Hindi “Barangsiapa mengorbankan ruhnya untuk Allah, maka tebusannya adalah Tuannya Allah SWT. Melalui makna ini, maka dapat diibaratkan “menarik sesuatu yang mulia dengan mengganti sesuatu yang rendah”. Misalnya, Anda punya jasad fisik yang pasti akan membusuk setelah Anda mati. Pastinya jasad Anda itu sudah tidak berharga lagi. Allah berfirman “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka” Qs. At-Taubah 111. Jika Anda mengganti jasad yang akan busuk itu karena Allah SWT seperti dalam ayat di atas, maka seakan-akan Anda mengganti sesuatu yang hina dan tak bernilai jasad dengan surga dan kehidupan yang abadi di dalamnya. 3. Mengumpulkan Dunia dan AkhiratOrang yang berhasil di maqam al-maut al-ikhtiyari mampu mengumpulkan dunia dan akhirat sekaligus. Syeikh Al-Muttaqi Al-Hindi menyebutkan ini dengan “membersihkan batin bagi orang yang menempati kotoran-kotoran dunia.” Dalam konteks ini, dunia diibaratkan sebagai kotoran. Sebagai ilustrasi, Anda berada di dalam kotoran yang sangat bau. Jika Anda ingin membersihkan baunya, maka Anda bisa melakukan dua cara ini. Pertama, Anda keluar dari kotoran itu, lalu Anda membersihkan badan dan pakaian, dan Anda memakai wangi-wangian. Cara pertama ini adalah al-maut al-dhloruri atau kamatian dengan terpisahnya ruh dan jasad. Kedua, Anda tetap berdiri di dalam kotoran itu, kemudian Anda membersihkan baunya dengan wangi-wangian. Cara kedua inilah yang dimaksud dengan al-maut al-ikhtiyari. Anda tetap berada di dunia, namun enggak tercium bau busuknya. Wewangian itu adalah ibarat akhirat. Jika Anda sudah berada di posisi ini, InsyaAllah dunia enggak akan menyelakakanmu, walaupun Anda seorang raja ataupun perdana menteri. Diceritakan, ada seseorang yang setiap harinya membawa kain kafan. Ia berkata dengan suara yang keras “Wahai amiral mukminin, kematian adalah haq”. Artinya, kematian adalah obat yang ampuh bagi para penguasa supaya tidak menyelewengkan wewenangnya. As-syeikh mengatakan “Menuntun penguasa itu dengan suluk”. As-syeikh juga mengatakan “Tidak mungkin dapat mengumpulkan dunia dan akhirat bagi orang yang belum terlahir dua kali”. Terlahir dua kali yaitu, Anda melepaskan sifat-sifat basyariah kemanusian, lalu berakhlak dengan akhlaknya para malaikat. Sehingga, bagi orang yang telah mampu mengaplikasikan al-maut al-ikhtiyari insyaAllah akan mengumpulkan dunia dan akhirat sekaligus. Wallahu a’lam bishshowab.
belajarmati sebelum mati | kajian makrifat | ilmu tasawufsemoga dengan adanya vidio ini kalian semakin bertambah semangat untuk mempelajari ilmu makrifat. j
Pengertian “Matilah sebelum engkau mati” adalah sebuah pengertian dari salah satu jalan untuk musyahadah penyaksikan kepada Allah, yaitu melalui mati. Tapi mati disini bukan matinya jasad ketika terpisah dengan ruh, tapi matinya nafsu, sebagaimana sabda Nabi SAW; موتوا قبل ان تموتوا “Rasakanlah mati sebelum engkau mati.” dalam kitab Al-Hikam, Abu Ma’jam berkata من لم يمت لم ير الحق “Barang siapa tidak merasakan mati, maka ia tidak dapat merasakan melihat atau musyahadah dengan Al-Haqqu Ta’ala”. jadi yang dimaksud mati disini adalah hidupnya hati karena matinya nafsu. Dan hati bashirah akan hidup pada saat matinya nafsu. Imam Abul Abbas Al-Mursy dalam kitab Al-Hikam berkata لا يدخل على الله الا بابين من باب الفناء الاكبر، وهو الموت الطبيعى ، ومن باب الفناء الذي تعنيه هذه الطائفة “Tiada jalan masuk/musyahadah dengan Allah kecuali melalui dua pintu, dan salah satu dari dua pintu itu ialah pintu “Fana’ul akbar” yaitu mati thobi’i. Dan mati thobi’i ini merupakan setengah daripada pintu fana’ menurut pengertian ahli Tashawwuf”. Adapun pengertian matinya nafsu untuk hidupnya hati dalam musyahadah dapat ditempuh pada 4 tingkat 1. MATI THOBI’I. Menurut sebagian para ahli thariqah, bahwa mati thobi’i terjadi dengan karunia Allah pada saat dzikir qolbi dan dzikir lathoif dzikir-dzikir ini biasanya sesuai anjuran Mursyid Thariqah, serta mati Thobi’i ini merupakan pintu pertama musyahadah dengan Allah. Pintu pertama ini dilalui pada saat seorang salik dalam melakukan dzikir qolbi dalam dzikir lathoif. Maka dengan karunia Allah ia fana’ atau lenyap pendengarannya secara lahir dimana telinga batin mendengar bunyi “Allah..Allah..Allah..”. Pada tingkat ini, dzikir qolbi pada mulanya hati berdzikir, kemudian dari hati naik kemulut dimana lidah berdzikir dengan sendirinya. Dan dalam kondisi seperti ini alam perasaan mulai hilang atau mati thobi’i. Pada saat-saat seperti ini akal pikiran mulai tidak berjalan lagi, melainkan terjadi sebagai ilham yang tiba-tiba Nur Ilahi terbit dalam hati, dan hati bermuhadharah berdialog dengan Allah, sehingga telinga bathin mendengar انني انا الله “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah” yang bunyi ini naik kemulut dimana lidah bergerak sendiri mengucapkan “Allah.. Allah.. Allah..”. Dalam tingkatan-tingkatan bathin seperti ini, salik telah mulai memasuki pintu fana’ pertama, yang dinamakan Fana’ fil af’al dan Tajalli fil af’al dimana gerak dan diam adalah pada Allah. لا فاعل الا الله “Tiada fail yang gerak dan diam kecuali Allah”. 2. MATI MAKNAWI. Menurut sebagian ahli Thariqah, bahwa “Mati Maknawi” ini terjadi dengan karunia dari Allah pada saat seseorang atau salik melakukan dzikir Lathifatur-Ruh dalam dzikir lathif. Terjadinya itu adalah sebagai bentuk ilham yang dimana secara tiba-tiba Nur Ilahiy terbit dalam hati. Ketika itu penglihatan secara lahir menjadi lenyap dan mata bathin menguasai penglihatan Bashirahnya mendominasi penglihatan. Dzikir “Allah…. Allah.. Allah..” pada tingkat ini semakin meresap terus pada diri dimana dzikir mulai terasa panasnya disekujur tubuh dan disetiap bulu roma di badan. Dalam kondisi seperti ini, perasaan ke-insanan tercengang, bimbang, semua persendian gemetar, bisa juga terus pingsan. Sifat keinsanan lebur diliputi sifat Ketuhanan. Dalam tingkat ini, salik telah memasuki fana’ ke-dua yang dinamakan “Fana’ fis Shifat/Tajalli fis sifat”. Sifat kebaharuan dan kekurangan serta alam perasaan lenyap atau fana’ dan yang tinggal adalah sifat Tuhan yang sempurna dan azali. قوله، لا حيّ إلا الله “Tiada hidup selain Allah”. 3. MATI SURI. Pada tingkat selanjutnya adalah “Mati Suri”. Mati suri ini terjadi dengan karunia Allah pada saat seseorang atau salik melakukan dzikir Lathifatus Sirri dalam dzikir lathoif. Pada tingkat ke-tiga ini, seseorang atau salik telah memasuki pintu Musyahadah dengan Allah. Ketika itu segala ke-insanan lenyap atau fana’, alam wujud yang gelap ظلمة telah ditelan oleh alam ghaib atau malakut عالم الملكوت yang penuh dengan Nur Cahaya. Dalam pada ini, yang Baqa’ adalah Nurullah semata, Nur Af’alullah, Nur Shifatullah, Nur Asmaullah, Nur Dzatullah atau Nurun ala Nuur. Sebagaimana firman Allah; ….نور على نور يهدى الله لنوره من يشاء…. “Cahaya di atas cahaya berlapis-lapis, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki..” [Surah An-Nur, ayat 35]. لا محمود إلا الله “Tiada yang terpuji melainkan Allah”. 4. MATI HISSI. Selanjutnya ialah Mati Hissi. Mati Hissi ini terjadi dengan karunia Allah pada saat seseorang atau salik melakukan dzikir Lathifatul Hafi dalam dzikir lathaif. Pada tingkat ke-empat ini, seseorang atau salik telah sampai ketingkat yang lebih tinggi untuk mencapai ma’rifah Ma’rifat Billah sebagai maqom tertinggi. Dalam pada ini, lenyap fana’ sudah segala sifat-sifat keinsanan yang baharu dan yang tinggal adalah sifat-sifat Tuhan yang qadim atau azali. Ketika itu menanjaklah bathin keinsanan lebur kedalam keBaqa’an Allah Yang Qadim atau bersatunya Abid dan Ma’bud yang menyembah dan Yang Di Sembah. Dalam tingkat puncak tertinggi ini, seseorang atau salik telah mengalami keadaan yang tak pernah sama sekali dilihat oleh mata, didengar oleh telinga maupun tak sama sekalipun terbersit dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin dapat disifati. Tetapi akan mengerti sendiri bagi siapa saja yang telah merasakan sendiri, sebagaimana kata sufi agung Dzin Nun Al-Mishri; من لم يذق لم يعرف “Siapa saja yang tidak pernah merasakan maka tidak akan mengerti”. Untuk bisa mencapai keadaan Musyahadah seperti tersebut diatas tahapan-tahapan diatas adalah dengan jalan mujahadah, karena siapa saja yang menghiasi lahiriyahnya dengan mujahadah maka Allah akan memperbaiki sirr atau hatinya dengan mujahadah.rAEz.