Hakim yang Adil dan Bijaksana] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسيAbu Muhammad HaritsEditor Eko Haryanto Abu Ziyad2013 - 1434الحاكم العادل باللغة الإندونيسية »حارث أبو محمدمراجعة أبو زياد إيكو هاريانتو2013 - 1434Hakim yang Adil dan BijaksanaSegala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh Shubhanahu wa ta’alla berfirmanقال الله تعالى ﴿ وَدَاوُۥدَ وَسُلَيۡمَٰنَ إِذۡ يَحۡكُمَانِ فِي ٱلۡحَرۡثِ إِذۡ نَفَشَتۡ فِيهِ غَنَمُ ٱلۡقَوۡمِ وَكُنَّا لِحُكۡمِهِمۡ شَٰهِدِينَ ٧٨ فَفَهَّمۡنَٰهَا سُلَيۡمَٰنَۚ وَكُلًّا ءَاتَيۡنَا حُكۡمٗا وَعِلۡمٗاۚ وَسَخَّرۡنَا مَعَ دَاوُۥدَ ٱلۡجِبَالَ يُسَبِّحۡنَ وَٱلطَّيۡرَۚ وَكُنَّا فَٰعِلِينَ ٧٩ وَعَلَّمۡنَٰهُ صَنۡعَةَ لَبُوسٖ لَّكُمۡ لِتُحۡصِنَكُم مِّنۢ بَأۡسِكُمۡۖ فَهَلۡ أَنتُمۡ شَٰكِرُونَ ٨٠ وَلِسُلَيۡمَٰنَ ٱلرِّيحَ عَاصِفَةٗ تَجۡرِي بِأَمۡرِهِۦٓ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ ٱلَّتِي بَٰرَكۡنَا فِيهَاۚ وَكُنَّا بِكُلِّ شَيۡءٍ عَٰلِمِينَ ٨١ وَمِنَ ٱلشَّيَٰطِينِ مَن يَغُوصُونَ لَهُۥ وَيَعۡمَلُونَ عَمَلٗا دُونَ ذَٰلِكَۖ وَكُنَّا لَهُمۡ حَٰفِظِينَ ٨٢ ۞ ﴾ [الأنبياء 78-82]“Dan ingatlah kisah Dawud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya, dan Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kami lah yang melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah. Dan telah Kami tundukkan untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkahinya. dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan Kami telah tundukkan pula kepada Sulaiman segolongan setan yang menyelam ke dalam laut untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu.” al-Anbiya 78—82Dalam ayat-ayat yang mulia ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman mengisahkan bagaimana keadilan dan kebijakan Nabi Dawud dan putranya, Sulaiman Alaihissalam, ketika keduanya memberi keputusan tentang sebidang kebun anggur yang dirusak oleh kambing milik kaumnya, yang tercerai-berai di malam hari tanpa ada seorang pun yang mengawasinya hingga merusak anggur-anggur Katsir Rhadiyallahu anhu menukil dari Abu Ishaq, dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu, tentang firman Allah Shubhanahu wa ta’alla ini. Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu mengatakan, “Yaitu kebun anggur yang mulai tumbuh, lalu dirusak oleh kambing-kambing tersebut.”Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu melanjutkan, “Kemudian, Nabi Dawud Alaihissalam memutuskan agar kambing-kambing itu diserahkan kepada pemilik kebun anggur tersebut.” Nabi Sulaiman Alaihissalam yang melihat peristiwa itu, berkata, “Bukan demikian, wahai Nabi Allah.” “Kalau begitu, bagaimana?” tanya Nabi Sulaiman Alaihissalam berkata, “Anda serahkan kebun anggur itu kepada pemilik kambing agar dia mengurusi kebun tersebut hingga kembali seperti semula, dan Anda serahkan kambing-kambing itu kepada pemilik kebun anggur ini agar dia memperoleh sesuatu dari kambing tersebut. Apabila anggur-anggur itu sudah kembali seperti semula, Anda serahkan kembali kebun anggur kepada pemiliknya, dan kambing-kambing itu kepada pemiliknya.” Inilah maksud firman Allah Shubhanahu wa ta’alla“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat.”Selain itu, agar kita tidak salah memahami—melalui ungkapan ini—seolah-olah ada bentuk merendahkan derajat Nabi Dawud Alaihissalam, Allah Shubhanahu wa ta’alla melanjutkan firman -Nya“Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.”Bahkan, pada ayat-ayat selanjutnya, Allah Shubhanahu wa ta’alla menerangkan keutamaan yang dimiliki oleh kedua nabi Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mulia Nabi Dawud Alaihissalam memutuskan perkara dengan keadilan, sedangkan Nabi Sulaiman Alaihissalam memutuskannya dengan fadhl karunia, keutamaan. Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi pujian kepada Nabi Sulaiman Alaihissalam atas keputusan beliau yang sangat tepat, sebagai taufik dari Allah Shubhanahu wa ta’alla, karena Allah mencintai rifq kelemah lembutan dalam segala hal. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah Rhadiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shalallhu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ» [رواه البخاري]Sesungguhnya Allah Maha lembut, dan mencintai kelemahlembutan dalam segala hal’.” HR. BukhariKita pun tidak boleh lupa bahwa Nabi Sulaiman adalah putra Nabi Dawud Alaihissalam, sehingga setiap keutamaan yang diperoleh oleh Nabi Sulaiman Alaihissalam, tentu saja itu adalah keutamaan pula bagi Nabi Dawud Alaihissalam. Seorang hakim, jika dia berijtihad, kemudian keliru dalam keputusannya, dia memperoleh satu pahala. Kalau dia benar, dia menerima dua pahala. Ini dijelaskan dalam hadits Abdullah bin Amr bin al-’Ash rhadiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ » [رواه البخاري ومسلم]“Apabila seorang hakim berijtihad, lalu dia benar, dia memperoleh dua pahala. Dan jika seorang hakim berijtihad, dan ternyata keliru, dia mendapat satu pahala.” HR. al-Bukhari 7352 dan Muslim 1716Dari Abu Hurairah Rhadiyallahu anhu, dia mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَانَتِ امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتْ صَاحِبَتُهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ. وَقَالَتِ اْلأُخْرَى إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ. فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى، فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ فَأَخْبَرَتَاهُ فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا. فَقَالَتِ الصُّغْرَى لاَ تَفْعَلْ، يَرْحَمُكَ اللهُ، هُوَ ابْنُهَا. فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى » [رواه البخاري]“ Dahulu ada dua orang wanita bersama anak mereka masing-masing. Tiba-tiba datanglah seekor serigala membawa anak salah seorang dari mereka. Berkatalah seorang dari wanita itu kepada temannya, “Yang dibawa lari serigala adalah putramu.”Yang lain membantah, “Bukan. Yang dibawa serigala itu adalah putramu.” Akhirnya, keduanya mengajukan perkara mereka kepada Nabi Dawud Alaiahissalam. Lalu, beliau pun memutuskan perkara itu dengan memenangkan wanita yang lebih tua. Kedua wanita itu keluar menemui Nabi Sulaiman bin Dawud Alaiahissalam, lalu menceritakan perihal mereka. Setelah itu, Nabi Sulaiman Alaiahissalam berkata kepada orang-orang, “Ambilkan untuk saya pisau agar saya bisa membagi dua anak ini untuk mereka.”Tiba-tiba, wanita yang lebih muda berkata, “Jangan lakukan, semoga Allah merahmati Anda. Ini putranya.” Nabi Sulaiman pun memenangkan perkara untuk wanita yang lebih muda ini.” HR. Bukhari.Akhirnya, Nabi Sulaiman Alaiahissalam memutuskan bahwa anak itu adalah milik wanita yang lebih muda. Nabi Sulaiman Alaiahissalam sama sekali tidak bermaksud sungguh-sungguh ingin membelah bayi itu. Akan tetapi, beliau ingin mengetahui lebih jelas. Ibu bayi yang sesungguhnya tentu tidak rela bayi itu mati. Dia lebih suka bayi itu tetap hidup terpelihara walaupun tidak berada di sisinya. Adapun yang bukan ibu si bayi, tentu tidak keberatan bayi itu dibelah dua, sebab dengan demikian, mereka berdua sama-sama kehilangan bayi. Oleh sebab itulah, ketika menerima keputusan ini, wanita yang lebih tua dengan gembira menyetujui agar bayi itu dibelah dua, sedangkan yang lebih muda tidak. Naluri keibuan dan kasih sayangnya kepada sang putra mendorongnya untuk merelakan, biarlah bayi itu jauh dari sisinya, yang penting dia tetap hidup dan terawat, walaupun bukan di pangkuan ibu meratap iba, wanita muda itu berkata, “Jangan, wahai Nabi Allah. Jangan lakukan, semoga Allah merahmati Anda, biarlah. Itu putranya, serahkanlah kepadanya!”Perhatikanlah keputusan Nabi Sulaiman Alaiahissalam, yang mengakui bahwa bayi itu anak wanita yang lebih muda. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jika tanda-tanda sebuah kebohongan terlihat jelas, tidak dapat dijadikan dasar hukum terhadap orang yang mengakuinya. Ada tidaknya pengakuan itu sama saja. Artinya, perkataan si wanita yang lebih muda bahwa bayi itu milik wanita yang lebih tua, tidak dapat diterima, sehingga Nabi Sulaiman Alaiahissalam justru memutuskan yang lebih mudalah yang wanita yang lebih tua ini tidak menolak andai kata bayi itu memang dibelah dua, karena dia kini sebatang kara, kehilangan anak. Kemudian, dia pun ingin wanita muda itu juga sama seperti dia, kehilangan anaknya. Akan tetapi, melihat kekhawatiran dan kasih sayang wanita muda itu kepada bayi tersebut, permohonannya agar bayi itu tetap hidup—walaupun di tangan ibu yang lain—daripada mati, justru memperkuat kesimpulan Nabi Sulaiman Alaiahissalam, bahwa adanya kasih sayang kepada bayi itu merupakan salah satu bukti bahwa wanita muda ini adalah ibu si bayi. Beliau pun yakin, melalui sikap menggampangkan dari wanita yang lebih tua, bahkan sangat mendukung agar bayi itu dibelah dua, bahwa wanita yang lebih tua ini bukanlah ibu si bayi. Oleh sebab itu, beliau pun mengambil bayi tersebut dan menyerahkannya kepada wanita yang lebih muda. Jadi, keputusan yang dibuat Nabi Dawud Alaiahissalam dengan memenangkan perkara wanita yang lebih tua adalah berdasarkan data-data yang terlihat lahiriah, karena bayi itu ada di tangan wanita yang lebih tua. Kadang-kadang, ujian yang diberikan, seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman Alaiahissalam itu amat diperlukan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pernah memerintahkan Ali untuk membunuh seorang laki-laki yang dikebiri buah pelirnya dengan tujuan hendak menampakkan kebersihan orang tersebut dari tuduhan dan menampakkan bahwa tuduhan yang muncul dari sekadar melihat tidaklah sepenuhnya benar. Seperti itu pula yang terjadi dalam kisah penyembelihan Nabi Ismail oleh ayahandanya, Ibrahim Alaiahissalam. Dikatakan bahwa dalam peristiwa ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla ingin menguji Nabi Ibrahim Alaiahissalam, sejauh mana beliau menyambut dan siap melaksanakan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla itu walaupun melalui mimpi. Wallahu a’ kisah ini terlihat betapa tajam firasat Nabi Sulaiman Alaiahissalam, dan alangkah jeniusnya beliau dalam menyimpulkan satu keputusan hukum melalui indikasi dan tanda-tandanya. Di balik itu semua, yang harus diyakini adalah bahwa para nabi itu juga manusia biasa, seperti kita. Kadang, mereka memutuskan persoalan sebagaimana yang terlihat oleh mereka dengan ijtihad yang khusus dan bukan wahyu. Dari sinilah, pernah diriwayatkan oleh Ummu Salamah, beliau mengatakan, “Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا أنا بَشَرٌ، وَإنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجّتِهِ مِنْ بَعْضٍ، فَأَقْضِيَ لَهُ بِنَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ فَإِنَّما أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ » [رواه البخاري ومسلم]Saya hanya seorang manusia biasa, sementara kalian mengajukan perkara kalian kepada saya. Bisa jadi, sebagian kalian lebih pandai mengemukakan alasannya daripada yang lain, lalu saya memenangkan perkaranya sesuai dengan apa yang saya dengar. Oleh sebab itu, siapa yang saya menangkan perkaranya, dengan membawa hak saudaranya, berarti saya telah memberinya sepotong api neraka’.” HR. al-Bukhari dan MuslimIbnu Daqiqil Ied Rhadiyallahu anhu berkata, “Ini adalah dalil untuk memberlakukan hukum sesuai dengan data yang terlihat lahiriah sekaligus memperlihatkan kepada manusia bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam adalah sama seperti manusia lainnya. Meskipun ada perbedaan antara beliau dengan manusia biasa dalam hal penampakan terhadap perkara gaib yang diberikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada beliau. Itu pun dalam hal-hal yang khusus, bukan hukum-hukum yang umum….”Artinya, bisa saja seorang nabi keliru dalam memutuskan sesuatu di antara umatnya. Akan tetapi, jika ijtihad itu keliru, Allah Shubhanahu wa ta’alla akan meluruskannya. Adapun dalam hal penyampaian ajaran, seorang nabi tidak akan keliru. Dengan demikian, hal ini tidak menggugurkan kemaksuman mereka sama sekali. Alangkah jauhnya kita dibandingkan mereka, padahal kita mengaku mengikuti jalan mereka. Sering, tanpa periksa, hanya dengan mengandalkan kepercayaan kita kepada yang membawa berita atau keterangan, kita memutuskan sebuah perkara, padahal masalahnya tidaklah demikian. Akhirnya, timbul perselisihan di antara sesama kaum hal yang dapat kita ambil pula dari kisah dua wanita ini ialah bahwa rasa dengki membuat hati menjadi mati. Karena dengki, wanita yang lebih tua kehilangan naluri keibuannya, sehingga rela mengorbankan bayi tak berdosa’ demi memuaskan keinginan dirinya. Karena dengki pula setan yang terkutuk berusaha sekuat tenaganya menyeret manusia agar menemaninya di neraka. Karena dengki pula orang-orang Yahudi berusaha menghancurkan kaum muslimin, di antaranya dengan melepaskan kaum muslimin dari keyakinan kisah ini bermanfaat.
HakimYang Ideal Menurut Kacamata Islam. Allah SWT. Berfirman dalam Surat Annisa' Ayat 135: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah SWT. Biarpun terhadap dirimu sendiri, atau Ibu Bapakmu dan Kaum Kerabatmu, jika Ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu
Hadits Nabi Muhammad tentang Hakim. Foto Ilustrasi Pengadilan JAKARTA - Nabi Muhammad SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga macam, hanya satu yang masuk surga, sementara dua macam hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al-haq kebenaran dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim tidak adil dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara menvonis karena 'buta' dan bodoh hukum, maka ia juga masuk neraka." HR. Abu Dawud. Dalam memahami hadits tersebut, Dosen PTIQ Ustaz Ahmad Ubaydi Hasbillah mengatakan, hadis tersebut menggunakan istilah qudlot, atau qadli. Secara umum arti hakim dalam redaksi hadis tersebut adalah adalah hakim. "Tapi itu biasanya untuk menyebut lebih luas lagi, bukan hanya hakim. Tapi juga perangkat-perangkatnya. Dan juga penegak hukum lainnya," kata Ustaz Ubaid saat dihubungi Republika, belum lama menjelaskan bahwa dalam ilmu metode memahami hadits, makna seperti itu dinamakan makna tadlamun. Yakni makna yang otomatis terkandung di dalam kata. Atau bisa juga sebagai jenis makna lawazim, yaitu perangkat-perangkat yang melekat pada suatu perkara itu memiliki status hukum yang sama dengan perkara tersebut Untuk itu dia menjelaskan bahwa semua jenis kejahatan atau penyalahgunaan kewenangan adalah bentuk kezaliman. "Jadi sudah masuk dalam hadits tersebut tergolong masuk neraka termasuk kejahatan/kecurangan lainnya oleg penegak hukum menerima suap, korupsi, dan lainnya. Meskipun ada hadits-hadits yang lebih spesifik tentang suap, korupsi, dan lainnya itu," ujarnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Ceramahagama Islam oleh: Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A. Ceramah agama yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary ini merupakan hasil rekaman pada Senin, 18 Jumadal Ula 1436 / 9 Maret 2015. Ceramah agama ini berkaitan dengan seri pembahasan Aktualisasi Akhlak Muslim, yang sangat penting untuk diketahui oleh setiap muslim.Pada pertemuan sebelumnya beliau telah menjelaskan tentang
Dalam kehidupan fana-Nya, Yesus Kristus adalah seorang hakim yang pengasih dan, luar biasa bijak, arif, dan sabar. Dia dikenal dalam tulisan suci sebagai “hakim yang adil [saleh]” 2 Timotius 48; Musa 657, dan nasihat-Nya kepada kita adalah juga “hakimilah dengan penghakiman yang benar” lihat Terjemahan Joseph Smith, Matius 71–2 [dalam Matius 71, catatan kaki a] dan “taruhlah kepercayaanmu kepada Roh itu yang menuntun untuk melakukan yang baik … [dan] untuk menghakimi dengan benar” A&P 1112 Nasihat ini kepada Dua Belas orang Nefi akan membantu kita menghakimi sebagaimana yang Tuhan lakukan “Kamu akan menjadi hakim atas orang-orang ini, menurut penghakiman yang akan Aku berikan kepadamu, yang akanlah adil. Oleh karena itu, orang macam apa seharusnya kamu adanya? Sesungguhnya Aku berfirman kepadamu, bahkan seperti Aku” 3 Nefi 2727; penekanan ditambahkan. Kita terkadang lupa bahwa ketika Dia memberikan nasihat untuk menjadi sebagaimana Dia adanya, itu adalah dalam konteks cara menghakimi secara benar. Penghakiman yang Tidak Benar GambarJuruselamat dengan orang-orang Farisi dan ahli Taurat Contoh memalukan dari penghakiman yang tidak benar datang dari perumpamaan domba yang hilang, ketika para orang Farisi dan ahli Taurat menghakimi secara tidak baik, baik Juruselamat maupun rombongan makan malamnya, mengatakan, “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka” Lukas 152—lupa akan kenyataan bahwa mereka sendiri adalah pendosa. Terkuasai hati yang mengecam, para ahli Taurat dan orang Farisi tidak pernah mengenal sukacita dari menyelamatkan domba yang hilang. GambarJuruselamat dengan perempuan yang kedapatan berbuat zina Adalah juga “ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” yang membawa “seorang perempuan yang kedapatan berbuat zina” Yohanes 83 kepada Juruselamat untuk melihat apakah Dia akan menghakimi dia menurut Hukum Musa lihat ayat 5. Anda tahu sisa kisahnya, bagaimana Dia merendahkan hati mereka karena penghakiman mereka yang tidak benar, dan bagaimana mereka “terhukum oleh suara hati mereka sendiri ” dan pergi “seorang demi seorang” ayat 9; penekanan ditambahkan. Dia kemudian berfirman kepada perempuan tersebut, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang. Dan perempuan itu memuliakan Allah sejak saat itu, dan percaya pada nama-Nya” Terjemahan Joseph Smith Yohanes 811 [dalam Yohanes 811, Catatan kaki c]. GambarJuruselamat berbicara dengan perempuan yang kedapatan berbuat zina Lelaki dan perempuan alami dalam diri kita masing-masing memiliki kecenderungan untuk mengecam orang lain dan untuk menghakimi secara tidak benar, atau merasa benar sendiri. Itu bahkan terjadi kepada Yakobus dan Yohanes, dua di antara para Rasul Juruselamat. Mereka menjadi gusar ketika orang-orang dari sebuah desa Samaria memperlakukan Juruselamat tanpa respek lihat Lukas 951–54 GambarJuruselamat dengan para pengikut “Ketika [mereka] melihat hal itu, mereka berkata, Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka [bahkan sebagaimana yang Elias lakukan]? Akan tetapi Ia berpaling dan menegur mereka, Kamu tidak tahu roh macam apa adanya dirimu. Karena Putra manusia tidaklah datang untuk menghancurkan kehidupan manusia, melainkan untuk menyelamatkannya” ayat 54–56. Para “hakim umum” dewasa ini A&P 10774, hendaknya menghindari dorongan serupa apa pun untuk mengecam, seperti yang Yakobus dan Yohanes lakukan pada kesempatan itu. Seorang hakim yang adil akan menanggapi pengakuan dengan rasa iba dan pengertian. Orang muda yang khilaf, misalnya, hendaknya meninggalkan kantor uskup dengan merasakan kasih Juruselamat melalui uskup tersebut dan diselimuti dengan sukacita dan kuasa penyembuhan Pendamaian—jangan pernah dipermalukan atau dipandang rendah. Jika tidak, uskup dapat secara tak disadari semakin mendorong domba yang hilang lebih jauh ke dalam padang belantara lihat Lukas 154. Disiplin Namun, rasa iba tidaklah menihilkan perlunya ada disiplin. Kata disiplin berasal dari kata Latin discere, “—belajar, atau discipulus,”—pelajar, menjadikan seorang murid sebagai siswa dan Mendisiplinkan dengan cara Tuhan artinya mengajar dengan penuh kasih dan dengan sabar. Dalam tulisan suci Tuhan sering menggunakan kata mendera ketika berbicara mengenai disiplin lihat, misalnya, Mosia 2321; A&P 951 Kata dera berasal dari kata Latin castus, artinya suci atau murni, dan mendera artinya “untuk memurnikan.”2 Di dunia, seorang hakim di bumilah yang menghukum seseorang dan mengunci dia dalam penjara. Sebaliknya, Kitab Mormon mengajari kita bahwa ketika kita dengan sengaja berdosa, kita menjadi “hakim diri [kita] sendiri” Alma 417 dan menjebloskan diri kita sendiri ke dalam penjara rohani. Ironisnya, hakim yang sama dalam kasus ini memegang kunci yang membukakan gerbang penjara; “karena dengan deraan Aku mempersiapkan sebuah jalan bagi pembebasan mereka dalam segala hal keluar dari godaan” A&P 951; penekanan ditambahkan. Persidangan hakim yang adil adalah penuh belas kasihan, penuh kasih, dan bersifat menebus, bukan menghukum. Joseph Smith muda mengalami pendisiplinan dengan empat tahun masa percobaan sebelum mendapatkan lempengan-lempengan emas, “karena engkau telah tidak menaati perintah-perintah Tuhan.”3 Belakangan, ketika Joseph kehilangan 116 halaman naskah, dia kembali mengalami pendisiplinan. Meski dia sungguh penuh penyesalan, Tuhan masih menarik privilesenya untuk suatu masa singkat, karena “yang Aku kasihi juga Aku dera agar dosa-dosa mereka boleh diampuni” A&P 951. Joseph berkata, “Malaikat itu bersukacita ketika dia memberikan kembali kepada saya Urim dan Tumim dan berkata bahwa Allah berkenan dengan kesetiaan dan kerendahan hati saya, serta mengasihi saya karena penyesalan saya dan ketekunan saya dalam doa.”4 Karena Tuhan ingin mengajari Joseph pelajaran yang mengubah hati, Dia mensyaratkan pengurbanan yang mengoyak hati darinya—pengurbanan sebagai bagian yang esensial dari pendisiplinan. Pengurbanan “Di zaman dahulu, pengurbanan berarti menjadikan sesuatu atau seseorang kudus,”5 menautkannya, secara saling berkaitan, dengan definisi dari kata dera—“memurnikan.” Demikian pula, di Israel zaman dahulu, pengampunan datang melalui persembahan dosa atau pelanggaran, atau Kurban tersebut bukan saja “menunjuk pada kurban yang besar dan terakhir itu” Alma 3414 tetapi membantu melahirkan rasa syukur yang lebih mendalam bagi Pendamaian Juruselamat. Ketidaksediaan untuk berkurban sebagai bagian dari penyesalan kita mengejek atau meremehkan kurban-Nya yang lebih besar bagi dosa yang sama dan menyepelekan penderitaan-Nya—suatu tanda tak berperasaan dari sikap tidak bersyukur. Di sisi lain, melalui ironi manis pengurbanan, kita sebenarnya memperoleh sesuatu yang bernilai kekal—belas kasihan dan pengampunan-Nya dan akhirnya “segala yang Bapa miliki” A&P 8438. Sebagai bagian dari proses pertobatan, pengurbanan juga bertindak sebagai balsam penyembuh untuk membantu menggantikan “penyesalan suara hati” Alma 4218 dengan “kedamaian suara hati” Mosia 43. Tanpa pengurbanan, seseorang mungkin mendapati sulit untuk memaafkan diri sendiri, karena kesadaran yang menggantung dari sesuatu yang tidak Orangtua sebagai Hakim yang Adil Sementara beberapa dari kita akan dipanggil untuk menjadi hakim umum, asas penghakiman yang adil [atau saleh atau benar] berlaku bagi kita semua, khususnya bagi orangtua yang memiliki kesempatan setiap hari untuk menggunakan asas-asas ini dengan anak-anak mereka. Secara efektif mengajar seorang anak merupakan inti dari pengasuhan orangtua yang baik, dan mendisiplinkan dengan penuh kasih adalah inti dari menjadi hakim yang adil. Presiden Joseph F. Smith mengajarkan, “Jika anak-anak memberontak dan sulit dikendalikan, bersabarlah dengan mereka sampai Anda dapat menaklukkan mereka melalui kasih, … dan kemudian Anda dapat membentuk watak mereka sebagaimana yang Anda inginkan.”8 Adalah penuh wawasan bahwa dalam mengajarkan cara mendisiplinkan, para nabi tampaknya selalu merujuk pada atribut-atribut seperti Kristus. Ajaran dan Perjanjian memberi kita nasihat yang terkenal berikut mengenai pendisiplinan “Tidak ada kuasa atau pengaruh dapat atau seharusnya dipertahankan melalui kebajikan keimamatan, kecuali dengan bujukan, dengan kepanjangsabaran, dengan kelemahlembutan dan kelembutan hati, dan dengan kasih yang tidak dibuat-buat; Dengan kebaikan hati, dan pengetahuan yang murni, yang akan teramat memperluas jiwa tanpa kemunafikan, dan tanpa tipu daya— Menegur pada waktunya dengan ketajaman, ketika digerakkan oleh Roh Kudus; dan kemudian memperlihatkan sesudahnya peningkatan kasih” A&P 12141–43. Tulisan suci ini mengajari kita untuk menegur “ketika digerakkan oleh Roh Kudus,” bukan ketika digerakkan oleh amarah. Roh Kudus dan amarah tidak sejalan, karena “dia yang memiliki semangat perselisihan bukanlah dari-Ku, tetapi dari iblis, yang adalah bapa perselisihan, dan dia menghasut hati manusia untuk berselisih dengan amarah” 3 Nefi 1129. George Albert Smith mengajarkan bahwa “hal-hal yang kasar biasanya tidak diucapkan di bawah ilham Tuhan. Roh Tuhan adalah roh kebaikan hati; adalah roh kesabaran; adalah roh kasih amal dan kasih dan penahanan diri serta kepanjangsabaran .… … Namun jika kita memiliki semangat untuk mencari-cari kesalahan … dengan cara yang menghancurkan, itu tidak pernah merupakan akibat dari kerekanan dari Roh Bapa Surgawi kita dan adalah selalu berbahaya. … Kebaikan hati adalah kekuatan yang telah Allah berikan kepada kita untuk membuka hati yang keras dan menundukkan jiwa yang keras kepala.”9 Identitas Sejati Anak-Anak Kita Ketika Juruselamat mengunjungi orang-orang Nefi, Dia melakukan sesuatu yang luar biasa dengan anak-anak tersebut GambarJuruselamat dengan anak-anak orang Nefi “Dan terjadilah bahwa Dia mengajar dan melayani anak-anak dari khalayak ramai …, dan Dia melenturkan lidah mereka, dan mereka berbicara kepada bapa mereka hal-hal yang besar dan menakjubkan …. … Dan mereka melihat maupun juga mendengar anak-anak ini; ya, bahkan bayi-bayi membuka mulut mereka dan menuturkan apa yang menakjubkan” 3 Nefi 2614, 16. Mungkin lebih daripada membukakan mulut bayi, Tuhan sedang membukakan mata dan telinga orangtua mereka yang terperanjat. Para orangtua itu telah diberi karunia luar biasa pandangan sekilas ke dalam kekekalan dan melihat identitas sejati serta perawakan prafana anak-anak mereka. Tidakkah itu akan selamanya mengubah cara orangtua tersebut melihat dan memperlakukan anak-anak mereka? Saya suka variasi berikut dari kutipan Goethe “Cara Anda memandang [seorang anak] adalah cara Anda memperlakukan mereka, dan cara Anda memperlakukan mereka adalah mereka akan menjadi apa mereka kelak.”10 Mengingat identitas sejati seorang anak adalah karunia tinjauan masa depan yang secara ilahi mengilhami visi seorang hakim yang adil. Penutup Presiden Thomas S. Monson telah mengajarkan kepada kita, “Jangan biarkan sebuah persoalan yang harus diselesaikan menjadi lebih penting daripada orang yang harus dikasihi.”11 Betapa pentingnya asas itu dalam menjadi hakim yang adil, khususnya dengan anak-anak kita sendiri. Hanya ada satu cara untuk menghakimi secara saleh, sebagaimana yang Yesus Kristus lakukan, dan itu adalah menjadi sebagaimana Dia adanya. Oleh karena itu, “orang [pria dan wanita] macam apa seharusnya kamu adanya? Sesungguhnya Aku berfirman kepadamu, bahkan seperti Aku” 3 Nefi 2727. Dalam nama Yesus Kristus, amin.
Yaitu orang-orang yang adil dalam menghukumi mereka, adil dalam keluarga mereka dan dalam mengerjakan tugas mereka." Muhammad menyebutkan dalam haditsnya, "dan kedua tangan-Nya adalah kanan." ☝️ Salin kutipan hadits diatas. "Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rizki yang terbaik." (QS.
Khutbah Iالحمد لله الحمد لله الذي هدانا سبل السلام، وأفهمنا بشريعة النبي الكريم، أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له، ذو الجلال والإكرام، وأشهد ان سيدنا ونبينا محمدا عبده و رسوله، اللهم صل و سلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وأصحابه والتابعين بإحسان إلى يوم الدين، اما بعد فيايها الاخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًاوقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله Jum’ah rahimakumullah,Rasulullah SAW bersabda bahwa kelak pada hari kiamat Allah SWT akan memberikan perlindungan kepada tujuh golongan orang. Salah satunya adalah seorang pemimpin yang adil sebagaimana dikisahkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قالسَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُArtinya "Rasulullah SAW bersabda Ada tujuh golongan orang yang akan mendapat perlindungan dari Allah pada hari kiamat di mana pada hari itu tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya. Salah satu dari ketujuh orang tersebut adalah pemimpin yang adil."Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang adil akan dicintai oleh Allah SWT, tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat. Pemimpim yang adil sangat diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, damai dan sejahtera. Pemimpin yang adil akan lebih menjamin ketentraman dalam masyarakat dibandingkan pemimpin yang tidak adil atau dzalim. Banyak pemimpin yang kehilangan legitimasinya dan kemudian jatuh karena ketidakadilannya. Pemimpin yang tidak adil sudah pasti tidak disuka oleh rakyatnya sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpatuhan sipil dan kaitan itu, Allah SWT dalam Surah Al Maidah, ayat 8, berfirmanاعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىArtinya "Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat kepada ketakwaan kepada Allah."Ayat di atas menegaskan bahwa berlaku adil sangat dekat dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Bukanlah orang bertakwa apabila seseorang tidak bisa bersikap adil dalam kepemimpinannya. Padahal setiap dari kita adalah pemimpin. Oleh karena itu siapa pun dituntut berlaku adil terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Dalam skala kecil, seperti keluarga, suami adalah pemimpin. Sebagai pemimpin, seorang suami harus berlaku adil kepada anggota keluarganya. Sebagai anak tertua dalam keluarga, seseorang harus adil terhadap adik-adik yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin dalam suatu lembaga atau wilayah tertentu seperti kota, provinsi atau negara, seseorang harus berlaku adil terhadap orang-orang yang satu contoh sikap yang bertentangan dengan prinsip keadilan adalah sikap pilih kasih. Sikap seperti ini tidak adil karena berarti bersikap diskriminatif kepada yang lain. Islam menolak hal seperti itu sebab Islam menekankan keadilan meskipun terhadap orang yang kita benci sekalipun sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an, Surah Al Maidah, ayat 8وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلا تَعْدِلُواArtinya "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorongmu berlaku tidak adil."Ayat di atas sangat jelas menekankan bahwa keadilan tidak boleh pandang bulu. Tidak dibenarkan seseorang hanya berlaku adil kepada diri sendiri dan keluarga, sementara kepada orang lain bertindak tidak adil. Dalam Islam, keadilan berlaku untuk semua tanpa memandang asal usul keturunan, suku maupun golongan. Seperti itulah yang diterapkan Rasulullah SAW dalam menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, seperti ketika menengahi ketegangan antar suku yang hampir menimbulkan pertumpahan darah diantara itu, orang-orang Quraisy di Mekah berselisih tentang suku mana yang akan meletakkan hajar aswad ke tempatnya di dekat Ka’bah setelah pindah dari tempatnya karena terbawa arus banjir. Masing-masing suku mengklaim paling berhak mendapatkan kehormatan mengembalikan hajar aswad ke tempat semula. Ancaman pertumpahan darah akhirnya bisa dihindarkan setelah Rasulullah SAW dipercaya menengahi persoalan di atas. Beliau meletakkan hajar aswad di atas kain serbannya. Kemudian meminta semua pemimpin suku ikut mangangkat bersama-sama dengan memegangi kain tersebut. Cara seperti ini memungkinkan semua pihak terlibat. Keterlibatan semua pihak ini menjadikan mereka semua rukun dan bergotong royong untuk mencapai tujuan yang sama. Mereka semua puas dengan solusi yang ditawarkan Rasulullah SAW meski usia beliau waktu itu baru 35 mengatasi persoalan seperti itu sekarang ini dikenal dengan win win solution, dimana tidak ada satu pihak pun diantara pihak-pihak yang berselisih merasa dikalahkan. Sebaliknya mereka semua merasa menang meski tidak ada pihak yang mereka kalahkan. Win win solution adalah salah satu contoh dari Rasulullah SAW tentang bagaimana menyelesaikan suatu persoalan secara adil. Banyak kasus di dalam masyarakat, termasuk dalam keluarga, tidak bisa terselesaikan dengan baik atau mengalami kebuntuan karena memang penyelesaiannya tidak adil dan tidak pula memenuhi rasa keadilan. Memang keadilan hanya bisa diharapkan lahir dari para pemimpin, termasuk para hakim, yang Jum’ah rahimakumullah,Rasulullah SAW sangat menekankan berlakunya prinsip keadilan di tengah-tengah masyarakat. Beliau menunjukkan kesalahan para pemimpin di zaman Jahiliyah yang tidak menghukum orang-orang elite yang mencuri. Tetapi apabila orang-orang rendahan atau rakyat jelata mencuri, mereka menjatuhkan hukuman. Beliau mengecam hal itu dan menyampaikannya dalam suatu khutbah sebagaimana tertuang dalam hadits beliau yang diriwayatkan Muslimأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّArtinya "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya yang membuat rusak orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mencuri, mereka tidak menghukumnya, sementara jika orang-orang yg rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had."Apa yang dikecam Rasulullah SAW pada zaman Jahiliyah di atas terulang kembali di zaman kita, bahkan mungkin lebih parah. Di zaman kita sekarang, ada koruptor yang merugikan negara miliaran rupiah bebas dari hukuman karena tidak diproses sebagaimana mestinya, sementara rakyat jelata yang hanya mencuri seekor ayam atau kambing harus mendekam di penjara selama beberapa lama setelah menjalani proses hukum. Ini pertanda buruknya kepemimpinan di bidang penegakan hukum dimana hukum lebih ditegakkan untuk kalangan bawah, dan tidak untuk kalangan seperti itu bisa meresahkan masyarakat yang berdampak pada instabilitas negara. Imam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan, ”Seorang raja atau pemimpin yang adil akan bertahan dalam kepemimpinannya meskipun dia seorang kafir. Sedangkan raja atau pemimpin yang tidak adil atau dzalim tidak akan bertahan walau dia seorang Muslim.”Sidang Jum’ah rahimakumullah,Dalam hubungannya dengan keluarga terkait prinsip keadilan, Rasulullah SAW pernah bersabdaوَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَاArtinya "Demi Allah yang memegang jiwa Muhammad di dalam tangan-Nya! Jika seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri pasti aku akan memotong tangannya."Hadits di atas merupakan komitmen beliau untuk tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan sekalipun terhadap anak turun beliau sendiri seperti Fathimah binti Muhammad. Beliau bersumpah akan memotong tangan Fatimah jika terbukti melakukan pencurian demi tegaknya keadilan dalam masyarakat yang beliau Jum’ah rahimakumullah,Menjadi pemimpin yang adil memang tidak mudah karena berat sekali tantangannya. Tantangan bisa berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Justru karena itulah maka Allah SWT akan memberikan perlindungan kepada setiap pemimpin yang bisa menegakkan keadilan dengan baik kelak di hari Kiamat. Di saat itu, tidak ada perlindungan dari siapapun kecuali perlindungan yang diberikan oleh Allah apa yang telah saya sampaikan di atas, dapat menginspirasi kita semua bagaimana menjadi pemimpin yang adil. Setiap orang adalah pemimpin, maka setiap orang akan dimintai pertanggung jawabannya dalam menegakkan الله واياكم من الفائزين الامنين، وادخلنا واياكم في زمرة عباده المؤمنين اعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم يايها الذين امنوا اتقواالله وقولوا قولا سديدا. بارك الله لي ولكم في القران العظيم ونفعني واياكم بما فيه من الايات والذكرالحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو الغفور الرحيم، وقل رب اغفر وارحم وانت IIالحمد لله الحمد لله الذي اكرمنا بدين الحق المبين، وافضلنا بشريعة النبي الكريم، اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له، الملك الحق المبين، واشهد ان سيدنا ونبينا محمدا عبده و رسوله، سيدالانبياء والمرسلين، اللهم صل و سلم وبارك على نبينا محمد وعلى اله وصحبه والتابعين ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين، اما بعد فيايهاالناس اتقواالله، وافعلواالخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلمواان الله ياْمركم بامربداْ فيه بنفسه، فقال عز من قائل إن الله وملائكته يصلون على النبى، ياأيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صلّ على سيدنا محمد و على آل سيدنا محمد. اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الاحياء منهم والاموات انك سميع قريب مجيب الدعوات، وغافر الذنوب انك على كل شيئ قدير. ربنا اغفر لنا ذنوبنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين. عبادالله، إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكرواالله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم ولذكرالله Ishom, dosen Fakultas Agama Islam, Universitas Nahdlatul Ulama UNU Surakarta
Didalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa membaca surah At-Tiin hingga akhir surah, maka hendaknya sesudah itu ia menjawab, 'Balaa Wa Anaa 'Alaa Dzaalika Minasy Syaahidiina/tentu saja kami termasuk orang-orang yang menyaksikan akan hal tersebut.'"
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَاِنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَاللهِ عَلَى مَنَابِرَمِنْ نُوْرِيَمِيْنِ الرَّحْمَنِ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِى حُكْمِهِمْ وَمَاوَلَّوْا رواه مسلم Artinya Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah akan berada di pundak cahaya di sebelah kanannya, yaitu orang yang adil adalah mereka yang berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum dan berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum dan berlaku adil terhadap sesuatu yang diamanatkan kepadanya.” HR. Muslim dan Nasa’i Penjelasan dari hadits tersebut adalah sebagai berikut Adil, artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya secara seimbang, tidak berat sebelah. Maksudnya memperlakukan seseorang atau sesuatu sesuai dengan haknya dan tidak membeda-bedakannya. Orang yang berlaku adil semasa hidupnya akan mendapatkan kedudukan yang mulya di sisi Allah. Bersikap adil dalam berbagai hal dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera, tentram dan damai. Allah SWT menyerukan kepada orang-orang yang beriman agar menjadi penegak kebenaran. Ajaran Islam melarang hal memberikan kesaksikan palsu atau berat sebelah dalam suatu hal baik karena kasih sayang, ada hubungan kekeluargaan, teman dekat dan lain sebagainya. Kebenaran harus tetap ditegakkan demi terwujudnya suatu keadilan.
KKwum. r2n2n8dyui.pages.dev/224r2n2n8dyui.pages.dev/138r2n2n8dyui.pages.dev/289r2n2n8dyui.pages.dev/338r2n2n8dyui.pages.dev/435r2n2n8dyui.pages.dev/501r2n2n8dyui.pages.dev/219r2n2n8dyui.pages.dev/178
hadits tentang hakim yang adil